Seperti apa sih, perlindungan hukum anak? Apalagi kenakalan anak-anak sekarang seperti bukan di usia kewajaran mereka.
Kalau lagi main ke rumah mamah. Topik berita hangat pastinya nggak lepas untuk diomongin. Saking banyaknya berita yang mirip-mirip. Aku sama mamah suka tertukar gitu.
Misalnya, tentang anak disetubuhi oleh ayah kandungnya. Pertama, tempat kejadian di Cianjur, berita yang dikutip dari beritasatu.com, pada 18 Februari 2023.
Seorang ayah yang sudah bercerai tega memperkosa anak kandungnya sejak tahun 2019-2023. Dengan mengancam korban menggunakan golok dan kakak-kakaknya tidak di rumah atau saat sepi. Anak itu ngadu ke keluarganya setelah dia nggak tahan lagi di perkosa ayahnya.
Kapolres Cianjur AKBP Donny Hermawan mengatakan kalau si ayah yang juga pelaku, dijerat dengan pasal 81 ayat 1 dan 3 Undang-undang Nomor 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Dikarenakan yang memperkosa orang terdekat atau masih keluarga korban. Maka ancaman hukuman ditambah satu per tiga dari masa hukuman.
Berita kedua di tanggal sebelumnya pada bulan yang sama, 5 Februari 2023. Kejadiannya di Karawang. Ayah kandung (43) tega memperkosa anaknya sendiri (20) dari tahun 2016 sampai 2023.
Menurut berita dari TribunPriangan.com, si ayah ini memperkosa anak kandungnya lebih dari 75 kali. Parahnya, si anak sampai hamil.
Lain dengan kasus yang di Cianjur. Justru wargalah yang melaporkan tentang perempuan berusia 20 tahun melahirkan anak tanpa diketahui sosok ayahnya.
Tetangga yang membantu proses persalinan itu pun kemudian mendesak perempuan tersebut agar memberi tahu sosok ayah anak yang dilahirkannya.
Berdasar keterangan Kapolres Karawang, AKBP Wirdhanto Hadicaksono, pelaku akan dikenakan pasal berlapis untuk mempertanggungjawabkan perbuatan bejatnya kepada sang anak, yakni Pasal 81 Ayat (1) dan Pasal 82 Ayat (1) UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan PERPU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-undang.
Jika terbukti bersalah, tersangka akan dihukum penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dengan denda paling banyak Rp 5 miliar.
Sama seperti kasus yang telah disebut diatas. Hukuman pelaku ditambah sepertiga dari ancaman pidana karena pelaku adalah pidana orang tua.
Bagaimana hukum perlindungan anak bagi mereka yang ditetapkan sebagai pelaku tindak pidana?
Seperti kasus yang baru saja terjadi pada 4 Maret 2023 lalu di Kabupaten Sukabumi. Tiga orang pelajar menengah pertama diduga menjadi pelaku pembunuhan pelajar SDN Sirnagalih, Palabuhanratu.
Kapolres Sukabumi AKBP Maruly Pardede menangkap terduga pelaku tersebut akibat penyerangan dan penganiayaan hingga tewas korban berinisial RA (12).
Ketiga anak tersebut mempunyai peran masing-masing. Satu orang berperan membonceng, satunya sebagai eksekutor dan pelaku lain berperan menyediakan senjata tajam jenis celurit yang digunakan untuk mengeksekusi RA.
Atas perbuatannya, ketiga tersangka pun dijerat dengan pasal 80 ayat 3 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana kurungan penjara selama 15 tahun.
Geregetan kan, mendengar kebrutalan anak-anak yang berperilaku sadis dan kejam ini?
Tapi pihak polisi menjelaskan kalau penanganan kasus ini tuh, sama saja dengan tindak pidana lainnya.
Hanya saja karena tersangka merupakan anak di bawah umur, maka penahanan yang dilakukan pihak polisi hanya tujuh hari dan bisa diperpanjang delapan hari.
Hukum perlindungan terhadap anak telah diatur di dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 yang berbunyi bahwa negara memberikan perlindungan kepada fakir miskin dan anak-anak terlantar.
Meski anak menjadi pelaku pidana, hukum perlindungan anak telah diatur dalam Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Undang-Undang No.3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak.
Undang-Undang No.3 Tahun Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak merupakan ketentuan khusus bagi anak yang melakukan tindak pidana.
Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa pelaku tindak pidana anak usia hingga 18 tahun diperlukan tata cara pengadilan sendiri yang tidak sama dengan peradilan orang dewasa.
Kenapa peradilan anak dan orang dewasa dibedakan? Karena peradilan anak bertujuan untuk memberikan perlindungan pada perkembangan psikis mereka.
Meski mereka adalah anak yang berhadapan dengan hukum. Tetap mereka masih mempunyai hak dan masa depan yang masih panjang.
Berdasarkan Undang-Undang No.3 Tahun 1997 juga, bahwa perlakuan terhadap anak yang melakukan tindak pidana memiliki ketentuan; setiap anak berhak untuk tidak dipisahkan dari orangtuanya, kecuali jika ada alasan dan aturan hukum yang sah yang menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak.
Hak anak untuk tetap bertemu dengan orangtuanya dijamin oleh undang-undang. Kesalahan yang dilakukannya tidak seharusnya menjadikan dia dianiaya, siksa, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.
Jika pidana anak dijatuhi hukuman mati atau hukuman seumur hidup. Maka ini tidak dapat dijatuhkan pada pelaku karena pelaku pidana masih anak-anak.
Penangkapan, penahanan atau pidana penjara anak hanya boleh dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir.
Terakhir disini maksudnya bahwa setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan dengan memperhatikan keutuhan pengembangan pribadi sesuai dengan usianya dan harus dipisahkan dengan orang dewasa, kecuali demi kepentingannya.
Pidana anak pun tetap harus mendapat pemenuhan hak tumbuh dan berkembang, hak berpartisipasi, hak pendidikan, hak makan dan minum dan hak tempat tinggal.
Ketika sudah menjadi narapidana, anak perlu mendapatkan pembinaan sosial untuk mengembangkan pribadi dan hidup masyarakatnya, jika sudah bebas nanti.
Hak pidana anak difasilitasi berupa bimbingan tentang hidup bermasyarakat yang baik dan norma-norma agama, kesusilaan, etika pergaulan dan pertemuan dengan keluarga korban untuk memelihara hubungan batin.
Dengan mendapatkan berbagai pembinaan pada saat dihukum. Maka dengan adanya perlindungan narapidana anak, diharapkan bisa menentukan dan mendapatkan kembali jati diri alamiahnya sebagai manusia yang hidup dan mempunyai tujuan hidup yang lebih baik.
Referensi bacaan:
https://www.beritasatu.com/nasional/1028329/ayah-di-cianjur-setubuhi-anak-kandung-sampai-ratusan-kali
https://priangan.tribunnews.com/2023/02/05/ayah-setubuhi-anak-kandung-di-karawang-lebih-dari-75-kali-pelaku-dituntut-hukuman-kebiri
https://www.kompas.tv/amp/article/384763/videos/kronologi-3-siswa-smp-bunuh-anak-sd-di-sukabumi-para-pelaku-konvoi-cari-musuh-korban-tewas-dibacok
https://jdih.sukoharjokab.go.id/informasi/detail/55
Kalau lagi main ke rumah mamah. Topik berita hangat pastinya nggak lepas untuk diomongin. Saking banyaknya berita yang mirip-mirip. Aku sama mamah suka tertukar gitu.
Misalnya, tentang anak disetubuhi oleh ayah kandungnya. Pertama, tempat kejadian di Cianjur, berita yang dikutip dari beritasatu.com, pada 18 Februari 2023.
Seorang ayah yang sudah bercerai tega memperkosa anak kandungnya sejak tahun 2019-2023. Dengan mengancam korban menggunakan golok dan kakak-kakaknya tidak di rumah atau saat sepi. Anak itu ngadu ke keluarganya setelah dia nggak tahan lagi di perkosa ayahnya.
Kapolres Cianjur AKBP Donny Hermawan mengatakan kalau si ayah yang juga pelaku, dijerat dengan pasal 81 ayat 1 dan 3 Undang-undang Nomor 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Dikarenakan yang memperkosa orang terdekat atau masih keluarga korban. Maka ancaman hukuman ditambah satu per tiga dari masa hukuman.
Berita kedua di tanggal sebelumnya pada bulan yang sama, 5 Februari 2023. Kejadiannya di Karawang. Ayah kandung (43) tega memperkosa anaknya sendiri (20) dari tahun 2016 sampai 2023.
Menurut berita dari TribunPriangan.com, si ayah ini memperkosa anak kandungnya lebih dari 75 kali. Parahnya, si anak sampai hamil.
Lain dengan kasus yang di Cianjur. Justru wargalah yang melaporkan tentang perempuan berusia 20 tahun melahirkan anak tanpa diketahui sosok ayahnya.
Tetangga yang membantu proses persalinan itu pun kemudian mendesak perempuan tersebut agar memberi tahu sosok ayah anak yang dilahirkannya.
Berdasar keterangan Kapolres Karawang, AKBP Wirdhanto Hadicaksono, pelaku akan dikenakan pasal berlapis untuk mempertanggungjawabkan perbuatan bejatnya kepada sang anak, yakni Pasal 81 Ayat (1) dan Pasal 82 Ayat (1) UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan PERPU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-undang.
Jika terbukti bersalah, tersangka akan dihukum penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dengan denda paling banyak Rp 5 miliar.
Sama seperti kasus yang telah disebut diatas. Hukuman pelaku ditambah sepertiga dari ancaman pidana karena pelaku adalah pidana orang tua.
Hukum Perlindungan Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana
Jika di atas adalah kasus hukum perlindungan anak yang menjadi korban. Lalu bagaimana jika anak adalah pelaku tindak pidana?Bagaimana hukum perlindungan anak bagi mereka yang ditetapkan sebagai pelaku tindak pidana?
Seperti kasus yang baru saja terjadi pada 4 Maret 2023 lalu di Kabupaten Sukabumi. Tiga orang pelajar menengah pertama diduga menjadi pelaku pembunuhan pelajar SDN Sirnagalih, Palabuhanratu.
Kapolres Sukabumi AKBP Maruly Pardede menangkap terduga pelaku tersebut akibat penyerangan dan penganiayaan hingga tewas korban berinisial RA (12).
Ketiga anak tersebut mempunyai peran masing-masing. Satu orang berperan membonceng, satunya sebagai eksekutor dan pelaku lain berperan menyediakan senjata tajam jenis celurit yang digunakan untuk mengeksekusi RA.
Atas perbuatannya, ketiga tersangka pun dijerat dengan pasal 80 ayat 3 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana kurungan penjara selama 15 tahun.
Geregetan kan, mendengar kebrutalan anak-anak yang berperilaku sadis dan kejam ini?
Tapi pihak polisi menjelaskan kalau penanganan kasus ini tuh, sama saja dengan tindak pidana lainnya.
Hanya saja karena tersangka merupakan anak di bawah umur, maka penahanan yang dilakukan pihak polisi hanya tujuh hari dan bisa diperpanjang delapan hari.
Bagaimana Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum?
Penanganan anak yang terjerat perkara pidana memiliki perbedaan dengan penanganan perkara pidana terhadap orang dewasa.Hukum perlindungan terhadap anak telah diatur di dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 yang berbunyi bahwa negara memberikan perlindungan kepada fakir miskin dan anak-anak terlantar.
Meski anak menjadi pelaku pidana, hukum perlindungan anak telah diatur dalam Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Undang-Undang No.3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak.
Undang-Undang No.3 Tahun Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak merupakan ketentuan khusus bagi anak yang melakukan tindak pidana.
Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa pelaku tindak pidana anak usia hingga 18 tahun diperlukan tata cara pengadilan sendiri yang tidak sama dengan peradilan orang dewasa.
Kenapa peradilan anak dan orang dewasa dibedakan? Karena peradilan anak bertujuan untuk memberikan perlindungan pada perkembangan psikis mereka.
Meski mereka adalah anak yang berhadapan dengan hukum. Tetap mereka masih mempunyai hak dan masa depan yang masih panjang.
Berdasarkan Undang-Undang No.3 Tahun 1997 juga, bahwa perlakuan terhadap anak yang melakukan tindak pidana memiliki ketentuan; setiap anak berhak untuk tidak dipisahkan dari orangtuanya, kecuali jika ada alasan dan aturan hukum yang sah yang menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak.
Hak anak untuk tetap bertemu dengan orangtuanya dijamin oleh undang-undang. Kesalahan yang dilakukannya tidak seharusnya menjadikan dia dianiaya, siksa, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.
Jika pidana anak dijatuhi hukuman mati atau hukuman seumur hidup. Maka ini tidak dapat dijatuhkan pada pelaku karena pelaku pidana masih anak-anak.
Penangkapan, penahanan atau pidana penjara anak hanya boleh dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir.
Terakhir disini maksudnya bahwa setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan dengan memperhatikan keutuhan pengembangan pribadi sesuai dengan usianya dan harus dipisahkan dengan orang dewasa, kecuali demi kepentingannya.
Pidana anak pun tetap harus mendapat pemenuhan hak tumbuh dan berkembang, hak berpartisipasi, hak pendidikan, hak makan dan minum dan hak tempat tinggal.
Ketika sudah menjadi narapidana, anak perlu mendapatkan pembinaan sosial untuk mengembangkan pribadi dan hidup masyarakatnya, jika sudah bebas nanti.
Hak pidana anak difasilitasi berupa bimbingan tentang hidup bermasyarakat yang baik dan norma-norma agama, kesusilaan, etika pergaulan dan pertemuan dengan keluarga korban untuk memelihara hubungan batin.
Dengan mendapatkan berbagai pembinaan pada saat dihukum. Maka dengan adanya perlindungan narapidana anak, diharapkan bisa menentukan dan mendapatkan kembali jati diri alamiahnya sebagai manusia yang hidup dan mempunyai tujuan hidup yang lebih baik.
Referensi bacaan:
https://www.beritasatu.com/nasional/1028329/ayah-di-cianjur-setubuhi-anak-kandung-sampai-ratusan-kali
https://priangan.tribunnews.com/2023/02/05/ayah-setubuhi-anak-kandung-di-karawang-lebih-dari-75-kali-pelaku-dituntut-hukuman-kebiri
https://www.kompas.tv/amp/article/384763/videos/kronologi-3-siswa-smp-bunuh-anak-sd-di-sukabumi-para-pelaku-konvoi-cari-musuh-korban-tewas-dibacok
https://jdih.sukoharjokab.go.id/informasi/detail/55
No comments:
Post a Comment