Setelah menempati komplek Cluster Citra Residence, Bekasi Timur selama 10 tahunan. Akhirnya ada juga kajian bulanan yang diadakan di musala As-Salam khusus untuk ibu-ibu.
Kalau kajian mingguan bapak-bapak sudah ada sejak lama. Mungkin sudah berjalan lima tahun lebih termasuk adanya pandemi Covid-19.
Sekarang nggak perlu jauh-jauh lagi mendatangi masjid komplek belakang rumah untuk menghadiri kajian mingguan.
Iya, namanya mingguan. Soalnya di Masjid At-Taqwa yang berbeda kelurahan denganku, mengadakan kajiannya seminggu dua kali.
Memang sih, menurutku mah, waktunya kepagian, pukul 08.00 WIB. Tapi mengingat yang keberatan cuma hatiku tidak dengan jamaah lainnya. Aku harus menyesuaikan diri, dong.
Penyesuaian yang dilakukan itu berupa waktu mencuci dan mandi. Biasa kalau nyuci itu sekitar jam delapanan. Demi ikut kajian perdana. Jarum jam di angka enam, baju-baju sudah direndam. Selesai mencuci pukul 07.48 WIB.
Habis nyuci langsung mandi, biasanya kalau nggak ada acara, menjelang dzuhur tuh, aku baru bebersih. Nah, ini jadi maju banget kan, waktunya.
Padahal udah sat set sat set, lho, tapi sampai musala yang tinggal koprol dari rumah aja pukul 08.20 WIB. Berarti fixed lah jam dinding di rumah ngaco. Masa iya, jam di musala yang ngaco. Kan, waktunya dipakai buat penentuan kalau mau adzan.
Baca Juga: Kebiasaan Mengucap Kata Seandainya dalam Islam
Kubuka pintu musala perlahan. Mataku mencoba memindai tempat warga Citra biasa salat jamaah yang mungkin berkapasitas kurang lebih 70-80 orang.
Dengan mengambil posisi duduk di pojok belakang. Tempat strategis yang dapat melihat sekeliling. Kucoba mengenali punggung ibu-ibu dan wajah yang terlihat dari samping ditambah masker yang menutupi hampir separuh wajah.
Memang telat dua puluh menit dan aku mencoba menyimak bahasan yang sedang disampaikan oleh Ustadz Fadhlin Abu Akmal. Tentang pahala yang tetap mengalir kepada kita jika sudah meninggalkan dunia.
Bahasan yang sering didengar dan ini menjadi pengingat bagiku karena faktor usia sudah tidak muda lagi. Jadi aku harus waspada.
Meski kita sudah tidak ada di dunia lagi. Tapi pahala akan terus mengalir kepada kita. Misalnya, membantu mengebor sumur air. Selama airnya terus mengalir dan bermanfaat. Maka selama itu kita akan mendapatkan pahala.
Atau memberi baju koko kepada seseorang. Selama dia kenakan untuk sholat dan untuk kebaikan. Pahala akan tetap kita dapat.
Ustadz memberi contoh yang simple. Seperti membagikan resep masakan, kerajinan tangan yang kita bisa, cara menanam, dan ilmu-ilmu lainnya yang kita kuasai.
Jangan lupa untuk memperdalam ilmu agama yang sifatnya fardhu 'ain, lalu berbagi. Tahu dong hadits, "sampaikanlah walau satu ayat?"
Dikarenakan belajar tentang ilmu dunia seperti matematika dan teman-temannya. Hukumnya itu fardhu kifayah.
Baca Juga: Perayaan Iduladha di Komplek Rumah
Malam sebelum kajian, ada diumumkan di grup wa yang berisi 43 orang. Diingatkan kembali kepada peserta kajian untuk membawa buku catatan dan tafsir Al Qur'an.
Dengan bermodalkan gawai, aku ke mushola. Al Qur'an digital dan gdocs sepertinya sudah cukup untuk mencatat materi yang disampaikan penceramah.
Buku absen dan dua dompet sudah berada di tanganku. Satu dompet bertuliskan infaq harian dan dompet kedua bertuliskan infaq untuk ustadz.
Di buku absen, namaku berada di urutan terakhir, no 23. Terjawab sudah jumlah yang hadir pada kajian perdana ini.
Tidak lama, datang satu orang. Alhamdulillah, 24 orang dan itu artinya separuh lebih dari jumlah grup di wa datang berpartisipasi pada kajian perdana ini.
Kumasukkan pin gawai ketika ustadz Fadhlin berkata, "Sekarang boleh dicatat nih, Ibu-ibu!"
Aplikasi gdocs sudah terbuka, jemariku juga sudah bersiap untuk mengetik.
"Bu, ini ya, bukti kalau Alloh itu sayang sama kita," ucapnya lagi.
Dan hasil apa yang dikatakan ustadz tentang,
Selama di dalamnya ada kebaikan meski kita tidak menyukainya. Gunakanlah kesempatan itu karena Alloh menginginkan kita berbuat amal.
Bukti lain Alloh sayang pada kita adalah nafas masih dikandung badan. Selama kita hidup, itu artinya Alloh memberikan kepada kita waktu untuk selalu bisa bertaubat.
Bertaubat yang paling mudah disampaikan Pak Ustadz adalah berdzikir dengan mengucap istighfar.
"Istighfar sehari berapa kali Ibu-ibu?" tanya Pak Ustadz.
"Iya, du… du… a kali. Pagi sama sore masing-masing 100x," jawab Pak Ustadz membenarkan sautan Ibu-ibu termasuk aku dengan mengucap tanpa suara.
Hal ini menurutnya ditegaskan dalam Al Qur'an pada Ali Imran 3:103.
Bulan ini adalah bulan Sya'ban, bulan latihan.
"Banyakin puasa sunnah, tilawah, qiyamul lailil, shodaqoh," jelas Pak Ustadz kepada kami, ibu-ibu yang mengenakan pakaian dan hijab beraneka warna.
"...yang masih punya utang puasa. Bayar, dah," lanjutnya lagi.
Waktu menunjukkan pukul 09.15 ketika pembahasan poin ketiga berakhir. Dengan mengucapkan kata penutup lalu diseling ngobrol ringan. Ustadz pun pamit kepada kami yang memang sudah bersiap bersalaman dengan para jamaah yang datang pagi itu.
Alhamdulillah kajian perdana berjalan lancar. Meskipun dihadiri oleh 24 orang. Semoga bulan depan, jamaah sisanya yang berjumlah 19 orang dapat hadir. Aamiiin.
Kalau kajian mingguan bapak-bapak sudah ada sejak lama. Mungkin sudah berjalan lima tahun lebih termasuk adanya pandemi Covid-19.
Sekarang nggak perlu jauh-jauh lagi mendatangi masjid komplek belakang rumah untuk menghadiri kajian mingguan.
Iya, namanya mingguan. Soalnya di Masjid At-Taqwa yang berbeda kelurahan denganku, mengadakan kajiannya seminggu dua kali.
Memang sih, menurutku mah, waktunya kepagian, pukul 08.00 WIB. Tapi mengingat yang keberatan cuma hatiku tidak dengan jamaah lainnya. Aku harus menyesuaikan diri, dong.
Penyesuaian yang dilakukan itu berupa waktu mencuci dan mandi. Biasa kalau nyuci itu sekitar jam delapanan. Demi ikut kajian perdana. Jarum jam di angka enam, baju-baju sudah direndam. Selesai mencuci pukul 07.48 WIB.
Habis nyuci langsung mandi, biasanya kalau nggak ada acara, menjelang dzuhur tuh, aku baru bebersih. Nah, ini jadi maju banget kan, waktunya.
Padahal udah sat set sat set, lho, tapi sampai musala yang tinggal koprol dari rumah aja pukul 08.20 WIB. Berarti fixed lah jam dinding di rumah ngaco. Masa iya, jam di musala yang ngaco. Kan, waktunya dipakai buat penentuan kalau mau adzan.
Baca Juga: Kebiasaan Mengucap Kata Seandainya dalam Islam
Kajian Perdana: Mukadimah Sebelum Bahasan Inti
Dengan mengambil posisi duduk di pojok belakang. Tempat strategis yang dapat melihat sekeliling. Kucoba mengenali punggung ibu-ibu dan wajah yang terlihat dari samping ditambah masker yang menutupi hampir separuh wajah.
Memang telat dua puluh menit dan aku mencoba menyimak bahasan yang sedang disampaikan oleh Ustadz Fadhlin Abu Akmal. Tentang pahala yang tetap mengalir kepada kita jika sudah meninggalkan dunia.
Bahasan yang sering didengar dan ini menjadi pengingat bagiku karena faktor usia sudah tidak muda lagi. Jadi aku harus waspada.
Pahala yang tak putus atau tetap mengalir terus ketika kita sudah meninggal itu adalah:
1. Shodaqoh jariyah
Dalam penjelasannya, ustadz Fadhlin menyampaikan bahwa shodaqoh jariyah itu seperti investasi jangka panjang dan bersifat passive income.Meski kita sudah tidak ada di dunia lagi. Tapi pahala akan terus mengalir kepada kita. Misalnya, membantu mengebor sumur air. Selama airnya terus mengalir dan bermanfaat. Maka selama itu kita akan mendapatkan pahala.
Atau memberi baju koko kepada seseorang. Selama dia kenakan untuk sholat dan untuk kebaikan. Pahala akan tetap kita dapat.
Baca Juga: 5 Alasan Hubungan Tidak Tahan Lama
2. Ilmu yang bermanfaat
Kalau punya ilmu jangan pelit. Bagi-bagi kepada sesama akan menjadi pahala yang tidak putus.Ustadz memberi contoh yang simple. Seperti membagikan resep masakan, kerajinan tangan yang kita bisa, cara menanam, dan ilmu-ilmu lainnya yang kita kuasai.
Jangan lupa untuk memperdalam ilmu agama yang sifatnya fardhu 'ain, lalu berbagi. Tahu dong hadits, "sampaikanlah walau satu ayat?"
Dikarenakan belajar tentang ilmu dunia seperti matematika dan teman-temannya. Hukumnya itu fardhu kifayah.
3. Doa anak sholeh yang mendoakan orang tua
Tidak ada dinding jika doa dipanjatkan oleh anak sholeh. Langsung cuzz sampai kepada kedua orang tuanya yang sudah tidak ada.Baca Juga: Perayaan Iduladha di Komplek Rumah
Bukti Kasih Sayang Alloh SWT
Masuk ke bahasan inti dari kajian perdana dengan tema, Bukti Kasih Sayang Alloh SWT kepada hamba-Nya.Malam sebelum kajian, ada diumumkan di grup wa yang berisi 43 orang. Diingatkan kembali kepada peserta kajian untuk membawa buku catatan dan tafsir Al Qur'an.
Dengan bermodalkan gawai, aku ke mushola. Al Qur'an digital dan gdocs sepertinya sudah cukup untuk mencatat materi yang disampaikan penceramah.
Buku absen dan dua dompet sudah berada di tanganku. Satu dompet bertuliskan infaq harian dan dompet kedua bertuliskan infaq untuk ustadz.
Di buku absen, namaku berada di urutan terakhir, no 23. Terjawab sudah jumlah yang hadir pada kajian perdana ini.
Tidak lama, datang satu orang. Alhamdulillah, 24 orang dan itu artinya separuh lebih dari jumlah grup di wa datang berpartisipasi pada kajian perdana ini.
Kumasukkan pin gawai ketika ustadz Fadhlin berkata, "Sekarang boleh dicatat nih, Ibu-ibu!"
Aplikasi gdocs sudah terbuka, jemariku juga sudah bersiap untuk mengetik.
"Bu, ini ya, bukti kalau Alloh itu sayang sama kita," ucapnya lagi.
Dan hasil apa yang dikatakan ustadz tentang,
Baca juga: Tetangga Masa Gitu?
Bukti Kasih Sayang Alloh SWT adalah sebagai berikut:
1. Alloh masih memberikan kesempatan kepada kita untuk beramal
Seperti yang disebutkan dalam Al Qur'an, surat Al-Qoriah ayat 6-7. Alloh menginginkan kita untuk melakukan kebaikan. Syukuri jika Alloh ingin melihat kita berbuat baik. Jangan mengeluh.Selama di dalamnya ada kebaikan meski kita tidak menyukainya. Gunakanlah kesempatan itu karena Alloh menginginkan kita berbuat amal.
2. Alloh memberi kesempatan bertaubat selama kita masih hidup
Bertaubat yang paling mudah disampaikan Pak Ustadz adalah berdzikir dengan mengucap istighfar.
"Istighfar sehari berapa kali Ibu-ibu?" tanya Pak Ustadz.
"Iya, du… du… a kali. Pagi sama sore masing-masing 100x," jawab Pak Ustadz membenarkan sautan Ibu-ibu termasuk aku dengan mengucap tanpa suara.
Hal ini menurutnya ditegaskan dalam Al Qur'an pada Ali Imran 3:103.
3. Alloh berikan kesempatan berjumpa dengan Ramadhan
Bukan poin terakhir, tapi kajian perdana satu jam setengahnya sudah hampir selesai. Bukti kasih sayang Alloh pada hamba-Nya di poin ketiga ini adalah diberikannya kesempatan untuk bertemu bulan Ramadhan.Bulan ini adalah bulan Sya'ban, bulan latihan.
"Banyakin puasa sunnah, tilawah, qiyamul lailil, shodaqoh," jelas Pak Ustadz kepada kami, ibu-ibu yang mengenakan pakaian dan hijab beraneka warna.
"...yang masih punya utang puasa. Bayar, dah," lanjutnya lagi.
Waktu menunjukkan pukul 09.15 ketika pembahasan poin ketiga berakhir. Dengan mengucapkan kata penutup lalu diseling ngobrol ringan. Ustadz pun pamit kepada kami yang memang sudah bersiap bersalaman dengan para jamaah yang datang pagi itu.
Alhamdulillah kajian perdana berjalan lancar. Meskipun dihadiri oleh 24 orang. Semoga bulan depan, jamaah sisanya yang berjumlah 19 orang dapat hadir. Aamiiin.
No comments:
Post a Comment