Foto: Pixabay
S: "Tahu nggak, Mah?"
I: "Nggak. "
S: "Yeee, kan belom kelar ngomongnya."
I: "Lah! Atuh make jeda ngomongnya. Kudunya langsung aja ngomongnya. Dipakein jeda mah, bikin orang langsung nimpalin omongan."
S: "Ya, udah, dah. Nggak jadi diterusin ngomongnya."
I: "Dih, gitu! Purik kayak gua. Inget Pah, yang pantes purik mah cewek bukan cowok. Ya, udah dah, ngomong, dah. Gua sekarang ngedegerin, nih. Kagak pake motong-motong lagi."
Sang istri mengambil posisi duduk bersandar santai di kursi. Kaki lurus selonjor. Wajahnya dipasang seserius mungkin. Telinga siap mendengar. Satu yang penting, mulut dikunci rapat.
S: "Mulai nih, ya, sekarang."
Suami langsung "ngeh" kalau omongannya ada jeda ketika melihat wajah sang istri terlihat sedikit protes. Langsung deh, sang suami melanjutkan bicara.
S: "Tahu nggak, Mah? Rumahnya Rudi laku terjual 1,4M. Trus, mereka sekeluarga pindah ke daerah perkampungan yang ada di Pondok Gede. Dapet tanahnya luas. Rumahnya juga lumayan gede."
Ini pastinya kalimat sudah titik dong. Jadi sudah boleh memberi tanggapan sebuah obrolan, kan?
I: "Emangnya di daerah Pondok Gede masih ada perkampungan? Bukannya daerah sana udah banyak dijadiin perumahan?"
S: "Tahu tuh, Rudi. Dapet aja dia tanah lega yang daerah sekitarnya kayak kampung gitu. Kan, daerah kita juga masih banyak, Mah. Emang sih masuknya jadi kabupaten."
I: "Kita pindah ke perkampungan juga yuk, Pah! Kita jual rumah yang kita tempatin ini. Trus, kita cari yang tanahnya luas di daerah Setu, Tambun atau Cibitung sana. Bangunan rumahnya nggak usah gede-gede. Seratus meter persegi aja. Sisa tanah yang di samping kiri, kanan, depan, belakang rumah dikosongin. Ntar gua mau nanem kembang-kembangan di depan. Sebelah kiri rumah, ditanemin pohon-pohon apotik hidup, sebelah kanan ditanemin pohon bumbu dapur. Tanah kosong di belakang rumah, ditanemin pohon buah, dah. Trus, kita pakenya pager bambu yang bakal ditanemin pohon ngerambat. Pare, timun, kacang panjang. Ah, kira-kira kayak rumah Upin dan Ipin, dah."
Mata sang istri terlihat berbinar dan gembira ketika membicarakan rencana masa depan atau tepatnya menyambut hari tua. Tidak lama setelah mengawang beberapa saat. Sang istri melanjutkan bicara.
I: "Tapi, ntar kalau kita pindah ke pelosok, jauh dari mall dong."
S: "Kan, kita emang udah jarang ke mall juga. Lagian jangan lebay deh, Mah. Masih ada kendaraan juga, kan. Jadi masih bisa main ke mall."
I: "Iya, sih. Trus, lo mau ngapain, Pah?"
Akhirnya dapat juga gilirannya mengutarakan mimpi untuk menyambut masa pensiun nanti. Setelah mendengarkan rencana dan mimpi sang istri untuk hari tuanya.
S: "Gua mau bikin gazebo di depan rumah biar bisa ngadem sambil nungguin warung dan lo yang lagi ngurus taneman. "
I: "Trus."
S: "Trus apanya? Ya, udah. Kepinginnya gua begitu doang. Nggak usah banyak-banyak kayak lo."
WHAT? Cita-cita dan mimpi macam apa itu? Pendek banget.
Sang istri cuma bisa diam dan melangkahkan kaki meninggalkan sang suami di ruang depan. Bete!
#komunitasodop
#ODOPsquadblogger
#mingguke5
Unik ceritanya...
ReplyDeleteKalau ngobrol ya gitu, deh, Mbak. Kadang yang khayalan jadi cita². 😅
DeleteKeren deh... seperti biasanya...
ReplyDeleteJadi malu 🙈
DeleteTerima kasih Mbak Iveth
Cita-citanya seru. Memang pengennya masa tua hidup di tempat yang lebih adem, ayem, tentrem yak. Semoga terwujud yaa
ReplyDeleteAamiin Ya Allah. Terima kasih doanya, Mbak Nurul 😊
DeleteHaha lucu
ReplyDeleteTapi kadang ngeselin juga, Mbak 😅
DeleteCita-citanya menarik dan sederhana. Rata-rata orang kyak gitu kali ya, memilih menghabiskan masa tua buat hidup sederhana di kampung.
ReplyDeleteBahagia itu sederhana, ya?
ReplyDelete